Kewajiban Mencintai Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam
Mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam merupakan kewajiban setiap orang yang mengaku beriman. Bahkan, tidak sempurna keimanan seseorang hingga ia mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melebihi harta benda yang paling ia cintai sekalipun. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai daripada ayahnya, anaknya, dan manusia semuanya” (HR Bukhari dan Muslim)
Bahkan kecintaan pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam haruslah lebih besar dari kecintaan seseorang kepada dirinya sendiri. Oleh karena itu dalam riwayat Bukhari dari Abdullah ibn Hisyam beliau berkata,
“Kami pernah bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengambil tangan Umar ibn Al Khattab, maka Umar berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh aku mencintaimu melebihi segala sesuatu, kecuali diriku sendiri’. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak. Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri’. Maka berkatalah Umar, ‘Kalau begitu mulai sekarang demi Allah engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri’. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Sekarang (baru benar) wahai Umar’ (HR Bukhari)
Bukti Kejujuran Cinta Pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Setiap orang bisa mengaku mencintai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi setiap pengakuan membutuhkan bukti akan kebenaran dan kejujuran dalam mencintai beliau. Diantara tanda-tanda benarnya cinta pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ialah apabila terdapat beberapa tanda berikut ini.
Bukti Pertama : Mengikuti Sunnah dan Petunjuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran : 31)
Ibn Katsir menjelaskan, “Ayat yang mulia ini menjadi pemutus bagi setiap yang mengaku mencintai Allah. Maka setiap yang tidak mengikuti metode Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam beragama, maka ia dusta dalam pengakuan cintanya pada Allah sampai ia mengikuti syariat Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan metode Nabawi dalam beragama dalam seluruh perkataan, perbuatan, dan kondisi sebagaimana terdapat dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan itu tertolak” (HR Muslim)
Oleh karena itu Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku”. Yaitu, kalian akan memperoleh balasan lebih dari apa yang diperintahkan atas kalian yaitu agar kalian mencintai Allah. Balasan itu berupa kecintaan Allah pada kalian, itulah balasan yang lebih besar dari kecintaan kalian kepada Allah. Sebagian orang bijak dan ulama berkata, ‘Duduk perkaranya bukanlah bagaimana engkau mencinta, tapi bagaimana caranya agar engkau dicinta”. Al Hasan Al Bashri dan selainnya dari para ulama salaf berkata, “Sebagian kaum berprasangka bahwa mereka telah mencintai Allah maka Allah pun menguji mereka dengan ayat ini”.
Bukti Kedua : Memperbanyak Bershalawat Atas Nabi
Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bershalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56)
Diantara keutamaan membaca shalawat ialah Allah Ta’ala akan membalas setiap orang yang bershalawat atas Nabi satu kali, dengan shalawat dari Allah Ta’ala sepuluh kali, menghapus darinya sepuluh kesalahan, dan mengangkat darinya sepuluh derajat.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barangsiapa bershalawat atasku satu kali, Allah bersahalawat atasnya sepuluh kali, menghapuskan darinya sepuluh kesalahan, dan mengangkat darinya sepuluh derajat” (HR An Nasa’i, dinilai hasan oleh Al Albani)
Bershalawat atas Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga akan mendatangkan kedekatan pada beliau kelak di hari kiamat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang paling banyak bershalawat atasku maka dialah yang paling dekat denganku kelak.” (hadits hasan riwayat Imam Al Baihaqi)
Bukti Ketiga, Mempelajari Al Qur’anul Karim dan Mengamalkannya
Dari sahabat Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Tidak ada yang bisa ditanyai tentang kondisi dirinya sendiri kecuali melalui (bagaimana ia mencintai) Al Qur’an. Karena apabila ia mencintai Al Qur’an maka ia telah mencintai Allah dan RasulNya”.
Mencintai Al Qur’an yaitu dengan membacanya denga tartil dan tajwid, mempelajari makna dan tafsirnya, kemudian mengamalkannya. Itulah kemanfaatan paling besar bagi hati seorang yang beriman. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada sesuatupun yang lebih bermanfaat bagi kehidupan dan bekal akhirat seorang hamba, dan yang dapat mendekatkannya pada keselamatan, melebihi dari membaca Al Qur’an dengan merenungkan dan memikirkan maknanya. Karena itulah cara seorang hamba untuk mengetahui panduan mana yang baik dan yang buruk”
Bukti Keempat, Mencintai yang Nabi Cintai, Membenci yang Nabi Benci
Inilah tali iman yang paling kuat, sebagaimana terdapat dalam hadits shahih bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya tali iman yang paling kuat ialah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah” (HR Ahmad, dinilai hasan oleh Al Albani)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sejumlah hadits menyebutkan bahwa parameter kecintaan terhadap beliau diukur dari kecintaan terhadap mereka yang ia cintai, salah satunya ialah sahabatnya. Diantaranya sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa mencintai Ali maka ia telah mencintaiku, barangsiapa membenci Ali maka ia telah membenciku” (HR Al Hakim)
“Barangsiapa mencintaiku maka cintailah Usamah (Ibn Zaid)” (HR Muslim)
“Tanda iman ialah mencintai kaum Anshar dan tanda kemunafikan ialah membenci kaum Anshar” (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian mencintai shahabat Nabi, ahlul baitnya, orang-orang setelahnya yang mengikuti beliau dalam kebaikan yaitu para ulama, ahli ibadah, dan semua yang mengikuti beliau, adalah bentuk tanda cinta pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula dengan membenci apa yang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam benci.
Manusia dalam hal ini terbagi menjadi beberapa golongan :
- Mereka yang harus dicintai tidak boleh dibenci yaitu orang beriman, orang shalih, dan mereka yang istiqamah di jalanNya.
- Mereka yang harus dibenci dan tidak boleh dicintai, yaitu orang kafir, musyrik, dan munafik.
- Mereka yang boleh dicintai dan dibenci, yaitu orang beriman yang terjatuh dalam kemaksiatan. Mereka dicintai sebatas keimanannya dan dibenci sebatas kefasikan dan kemaksiatan yang mereka kerjakan.
Kelima, Tidak Ghuluw (Ekstrim) dalam Mencintai Nabi
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan untuk tidak mengangkat beliau melebihi derajat yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai sekalian manusia, jangan mengangkatku di atas kedudukanku, karena sungguh Allah menjadikanku sebagai hamba sebelum menjadikanku sebagai Nabi” (HR Al Hakim, dinilai shahih oleh Al Albani)
Suatu ketika sekelompok manusia mengatakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai utusan Allah! Wahai yang terbaik diantara kami, anak yang terbaik diantara kami, junjungan kami, dan anak junjungan kami!”. Maka Rasulullah menjawab, “Wahai manusia, hendaklah kalian bertaqwa dan jangan membiarkan syaitan mempermainkan kalian. Aku adalah Muhammad bin Abdullah, hamba Allah dan rasulNya. Demi Allah, aku tidak suka kalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang Allah berikan” (HR Ahmad, dinilai shahih oleh Al Arnauth)
Keenam, Mewaspadai Perbuatan Bid’ah dan Menjauhi Hawa Nafsu
Sebagian orang mencintai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam lewat berbagai amalan dan peringatan yang tiada tuntunannya dari Nabi. Padahal kecintaan pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah sah kecuali dengan mengikuti beliau dan meniti jejak beliau dalam beragama, sebagaimana telah dicontohkan oleh generasi yang paling benar dalam mencintai Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Abu Bakr As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Hanyasanya aku ialah pengikut dan bukan pembuat amalan baru, maka jika aku lurus ikutilah aku, jika aku menyimpang luruskanlah aku”
Barangsiapa yang mengenal hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar maka ia tidak akan mengerjakan atau bahkan membuat-buat amalan baru yang tidak disyariatkan, dalam rangka mengekspresikan kecintaan pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka yang mengikuti metode para shahabat dalam mencintai Nabi itulah yang benar dan jujur cintanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu a’lamu bis showab.
(banyak mengambil faidah dari tulisan Sittu Simaatin li Shidqi Mahabbah oleh Syaikh Abdurrazzaq Al Badr hafizhahullah)
Penulis : Yhouga Pratama, ST (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Murajaah : Ustadz Afifi Abdul Wadud B.A.